Pdt. Ishak Tulus
Minggu, 15 September 2019
Perjalanan rumah tangga akan lebih mudah bila suami istri saling memahami. Pernikahan mempunyai dua rasa. Bila dijalankan dengan benar, maka terasa seperti surga, tetapi bila dijalankan dengan tidak benar, akan terasa seperti neraka. Berjalan seorang diri atau beramai-ramai mudah dilakukan, tetapi berjalan berdua dengan pasangan memang tidak mudah tetapi harus tetap berjalan berdua.
Mat. 19:6 berkata, “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Dipersatukan berarti dipasangkan oleh Allah, sehingga tidak boleh diceraikan oleh manusia. Dipasangkan seperti dua sapi yang mengenakan kuk. Mereka harus berjalan beriringan, tidak bisa yang satu mau ke kanan dan yang satu ke kiri. Seperti juga dalam rumah tangga suami dan istri harus berjalan bersama. Tugas suami adalah sebagai pemimpin dan istri sebagai penolong.
Ada tiga prinsip agar dapat berjalan berdua hingga akhir, yaitu:
- Menjalankan fungsi tanpa menuntut.
Tiga prinsip untuk pria :
- Memberi keputusan : bila keputusan diambil-alih oleh istri maka akan terjadi ketidakstabilan dalam rumah tangga karena pada dasarnya pria mempunyai otoritas proteksi. Bila diambil alih oleh istri maka akan terjadi banyak kekacauan dalam rumah tangga.
- Memberi arah
- Memberi rasa aman
Dalam 1 Kor. 11:3 dikatakan, “Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah.” Kata kepala dalam bahasa Yunani mempunyai arti penopang (harus kuat ketika persoalan datang ia tetap berdiri tegak). Arti yang kedua adalah pengelola, para pria harus mahir dalam mengelola pekerjaan dan keluarga. Arti yang ketiga adalah sumber.
Prinsip untuk istri:
Fungsi utama istri adalah sebagai penolong suami (Kej. 2:18). Dalam bahasa Yunani menolong itu diartikan sebagai “menolong dengan memakai hati Tuhan agar keadaan suami lebih baik”. Yang harus ditolong dari suami adalah:
- Ketika suami mengambil keputusan
- Kepemimpinan suami
- Pada saat terpuruk
- Membangun komunikasi yang benar (Yak. 1:19)
Tiga prinsip komunikasi yang benar:
- Mendengar sampai tuntas dengan empati : siapapun yang berbicara harus di dengarkan sampai habis dan tidak dengan sekedar mendengar. Mendengar harus memakai mata, telinga dan hati. Kita akan kehilangan siapa yang tidak kita dengar. Bila di dalam rumah tangga tidak ada yang mendengar maka akan terjadi keabnormalan komunikasi yang mengakibatkan komunikasi dengan nada tinggi yang mengakibatkan pertengkaran di dalam rumah tangga. Adakalanya istri hanya butuh didengarkan oleh suami. Komunikasi tidak boleh saling mendahului, lebih baik mendengar dari pada berbicara.
- Berbicara dengan nada dan kata-kata yang sopan dan membangun.
- Dapat mengendalikan emosi : Bila suami atau istri sedang emosi lebih baik diam dan menenangkan diri dahulu.
Komunikasi memiliki tiga level:
- Basa-basi : membicarakan hal yang kurang penting, bersenda gurau dengan keluarga agar ada suasana yang terbangun
- Penting : rumah tangga harus mempunyai skala waktu untuk membicarakan hal-hal yang penting dalam keluarga.
- Hati ke hati : agar tidak ada sesuatu yang disembunyikan. Setiap keluarga harus dapat menyampaikan dan mendengarkan apa yang menjadi ganjalan satu sama lain.
- Berani menyelesaikan konflik (2 Tim. 2:23)
Firman Tuhan mengajarkan kita harus menyelesaikan konflik apapun resikonya dan percayalah bila hati kita benar maka konflik itu pasti akan selesai. Pada saat terjadi konflik biasanya salah satu pihak merasa benar dan pihak lain yang salah. Kalau ini dipertahankan maka kita sedang membuka celah untuk iblis dapat masuk karena iblis paling suka dengan orang yang tidak bisa mengalah.
Kita harus tahu bahwa ketika bertengkar, maka dua orang yang bertengkar itu pada dasarnya sama-sama salah. Yang salah tidak mengaku salah dan terus berkelit benar, sedangkan yang benar meresponi dengan cara yang salah. Bila suatu masalah direspon dengan benar maka kebenaran pasti akan muncul. Cara bertengkar yang benar agar persoalan tidak merembet kemana-mana adalah dengan menggunakan “judul”.
Kita semua tentu rindu berjalan berdua sampai akhir dengan pasangan kita. Karena itu mari kita pelihara baik-baik pernikahan kita, dengan menjalankan fungsi kita masing-masing tanpa menuntut, membangun komunikasi yang benar dan berani menyelesaikan konflik. Dengan demikian pernikahan kita akan menjadi warisan yang indah bagi keluarga kita. Tuhan Yesus memberkati. Amen! (CN)